KUA KALITIDU Headline Animator

Minggu, 21 Februari 2010

Pasal-Pasal Kontroversial dalam RUU Hukum Materiil Peradilan Agama

Kalitidu- RUU Hukum Materiil Peradilan Agama merupakan salah satu RUU prioritas dalam pembahasan prolegnas tahun 2010. RUU ini memuat tentang hukum nikah sirri,poligami dan sanksi terhadap pelakunya. Salah satu sanksi pelaku nikah sirri adalah dengan memidanakan pelaku-pelaku yang terlibat dalam pernikahan sirri. RUU ini mendapat respon yang luar biasa dari berbagai kalangan. Dua ormas Islam besar di tanah air yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama tegas menolak pemidanaan pelaku nikah sirri. Menurut Ahmad Bahdja (salah satu ketua PBNU), tidak setuju dengan pemidanaan pelaku nikah sirri karena yang dilanggar bukanlah domain pidana akan tetapi administrasi maka seyogyanya sanksinya bukanlah pidana akan tetapi administrasi. Berbeda dengan Muhammadiyah, Yunahar Ilyas lebih menyoroti agar lebih menfokuskan pada pemberantasan prostitusi bukan membahas nikah sirri. Gelombang penolakan tidak saja datang dari ke-2 ormas besar tersebut akan tetapi juga dari kalangan pesantren dan ulama.
Berbeda dengan Ketua Mahkamah Konstitusi yang dengan tegas mendukung RUU HMPA -nikah sirri- untuk melindungi kepentingan perempuan alias istri dan anaknya. Menurut Mahfud, Kepentingan perempuan dan anak hasil nikah sirri lebih diutamakan karena selama ini nikah sirri menimbulkan masalah dengan tidak terjaminnya masa depan pihak istri dan anak hasil nikah sirri secara hukum. Mahfud mencontohkan ketika mau sekolah anak harus mempunyai akta kelahiran begitu juga kalau mau mendapatkan warisan maka harus punya akta kelahiran sementara akta kelahiran bisa didapatkan jikalau nikahnya dicatat alias di akui oleh negara -insitusi hukum-. Dukungan pun tidak hanya datang dari Ketua MK akan tetapi juga dari ketua MUI Pusat, MUI Jabar dan juga Menkumham, Patrialis Akbar. Argumentasi mereka adalah melihat sisi si korban yaitu pihak perempuan dan anaknya yang secara hukum negara tidak diakui. Akibatnya akan menimbulkan persoalan dikemudian hari sementara si suami tidak bisa dijerat dengan sanksi karena belum ada peraturannya. Ada peraturan untuk pelaku nikah sirri di kenai sanksi denda Rp. 7.500,- sebagaimana dalam UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Banyak pihak perempuan yang bersuara mendukung dipidanakannya pelaku nikah sirri salah satunya adalah mantan istri raja dangdut Rhoma Irama, Leilga, alasannya karena pihak perempuanlah yang dirugikan dalam pernikahan sirri tersebut. Bahkan sampai sekarang Leilga masih trauma dengan praktek nikah sirri tersebut.
Terlepas dari kontroversi tersebut, ada beberapa pasal dalam RUU tersebut yang patut diketahui dan dikritisi yang menjadi akar perdebatan yaitu:

BAB XXI
Ketentuan Pidana

Pasal 143
Setiap orang yang dengan sengaja melangsungan perkawinan tidak dihadapan pejabat pencatat nikah sebagai mana dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) dipidanan denda paling banyak Rp 6.000.0000,- (enam juta rupiah) atau hukuman paling lama 9 (enam) bulan penjara.

Pasal 144
Setiap orang yang melakukan perkawinan mutah sebagaimana dimaksud pasal 39 dihukum penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun dan perkawinannya dianggap batal demi hukum.

Pasal 145
Setiap orang yang melangsungkan perkawinan dengan isteri kedua, ketiga, atau keempat tanpa mendapat izin terlebih dahulu dari pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan.

Pasal 146
Setiap orang yang menceraikan isterinya tidak di depan pengadilan sebagaimana dalam pasal 119 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 6.000.000 (enam juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan.

Pasal 147
Setiap orang yang melakukan perzinahan dengan seorang perempuan yang belum kawin sehingga menyebabkan perempuan itu hamil sedang ia menolak mengawininya dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga bulan.

Pasal 148
Pejabat pencatat nikah yang melanggar kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dikenai hukuman kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 12.000.000,- (dua belas juta rupiah).

Pasal 149
Setiap orang yang melakukan kegiatan perkawinan dan bertindak seolah-olah sebagai pejabat pencatat nikah dan/atau wali hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan pasal 21 dipidana dengan pidana pnjara paling lama 3 (tiga) tiga tahun.

Pasal 150
Setiap orang yang tidak berhak sebagai wali nikah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 , dan dengan sengaja bertindak sebagai wali nikah dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 151
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 143, pasal 145, pasal 146, dan pasal 148 merupakan tindak pidana pelanggaran, dan tindak pidana yang dimaksud dalam pasal 144, 147, pasal 149, dan pasal 150 adalah tindak pidana kejahatan.


Kiranya sebagai pelaksana atau petugas lapangan dari RUU tersebut bagaimanakah kita menyikapinya?(r1)

Tidak ada komentar: